Kasus Asusila di Malang, Gubernur Khofifah: Usut Tuntas

Surabaya, liniindonesia – Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa menyesalkan kasus pelecehan seksual dan penganiayaan terhadap seorang pelajar SD di Kota Malang. Ia meminta aparat kepolisian mengusut tuntas kasus tersebut dan memproses pidana seluruh tersangka agar ada efek jera.

“Saya sangat prihatin dan menyesalkan kejadian ini. Apalagi korban masih berusia belia dan selama ini bertempat tinggal di Ponpes dan Panti Asuhan Yatim dan Duafa,” ungkap Khofifah di Gedung Negara Grahadi, Kota Surabaya, Rabu (24/11/2021).

Bacaan Lainnya

Saat ini, kata Khofifah, Pemerintah Provinsi Jatim sendiri telah bergerak cepat dengan mengamankan korban ke safe house atau rumah aman milik Dinas Sosial Provinsi Jatim. Tidak hanya itu, Dinsos Jatim juga telah mendatangkan ibu kandung korban untuk mendampingi secara psikologis.

“Kita sudah berkoordinasi dengan pihak kepolisian, kita sudah membawa korban ke shelter kita. Supaya segera mendapatkan pendampingan psychology-social therapy, karena tentu ananda yang menjadi korban yang masih remaja, mengalami trauma, sehingga butuh pendampingan,” tegas Gubernur Khofifah.

Dinas Sosial Jatim juga telah menurunkan tim yang akan melakukan pendampingan selama proses hukum berjalan di Polresta Malang. Sebab hal ini menjadi kebutuhan penting bagi korban agar mampu tegar dari segi psikologis dan juga dari sisi hukum.

“Apa yang terjadi pada korban sekaligus menjadi pengingat bagi kita semua, bahwa anak membutuhkan lingkungan yang kondusif dalam tumbuh kembangnya. Perhatian orang tua, dan kewaspadaan harus terus diberikan agar anak-anak kita bisa tumbuh dengan baik mental dan fisiknya,” tambah Khofifah.

Sebagaimana diketahui bahwa beberapa hari ini viral tersebar video perundungan yang menimpa seorang anak yang dilakukan oleh sejumlah pelaku yang juga usia remaja. Belakangan diketahui bahwa korban dirundung setelah mengalami kekerasan seksual.
Korban merupakan anak dari seorang ibu yang berprofesi sebagai asisten rumah tangga. Sedangkan sang ayah merupakan seorang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Oleh sebab korban dititipkan ke Ponpes dan Panti Asuhan Yatim dan Duafa Ashidiqiyyah Asysyuhada sekitar dua tahun lalu.

Kronologi kejadian yang menimpa korban terjadi pada tanggal 18 November 2021, pukul 08.00 WIB, korban berangkat ke sekolah, namun sampai sore hari belum kembali ke PP/PA. Setelah maghrib korban diantar temannya pulang dalam kondisi memar.
Setelah ditanyai oleh pengasuh, baru diketahui bahwa korban telah mengalami kekerasan seksual dan perundungan oleh sejumlah orang. Kasus ini pun dilaporkan ke Polresta Malang dan kini kasusnya tengah ditangani oleh pihak yang berwajib.

“Yang menjadi poin penting, saat ini korban telah dalam pengamanan kami di shelter. Korban yang masih remaja terus kita beri pendampingan dan ditenangkan dari traumanya, dan proses hukum tengah berjalan,” tambah Khofifah. Sementara itu Kepolisian Resor Kota (Polresta) Malang Kota menyatakan bahwa kondisi korban persetubuhan dan penganiayaan (rudapaksa) yang berusia 13 tahun, saat ini sudah mulai membaik.

Kasat Reskrim Polresta Malang Kota Kompol Tinton Yudha Riambodo di Kota Malang, Jatim, mengatakan bahwa pihaknya juga memberikan pendampingan melalui tim trauma healing untuk proses pemulihan kondisi psikologis korban. “Kondisi korban sudah mulai membaik. Kami memberikan pendampingan dari ‘Tim Trauma Healing’ Polresta Malang Kota,” ucap Tinton.

Polisi telah melakukan pemeriksaan terhadap sepuluh orang saksi yang masih berstatus anak-anak. Dari total sepuluh anak tersebut, tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka. Sementara tiga lainnya, dikembalikan kepada orang tua.

Dari tujuh tersangka itu, satu orang merupakan pelaku persetubuhan sementara enam lainnya pelaku kekerasan. Dari tujuh tersangka tersebut, enam orang ditahan di sel tahanan anak Polresta Malang Kota, dan satu lainnya tidak ditahan karena berusia di bawah 14 tahun.
Enam tersangka kekerasan terhadap anak dikenakan pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan atau pasal 170 ayat 2 KUHP dan atau pasal 33 ayat 2 KUHP, dengan ancaman penjara tujuh tahun.

Sedangkan, tersangka persetubuhan terhadap anak dikenakan pasal 81 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan diancam hukuman penjara 5-15 tahun. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *