Iqbal mempertanyakan, “Apakah dalam 10 tahun ke depan ada harga rumah yang seharga Rp12,6 juta atau Rp25,2 juta dalam 20 tahun ke depan?”
Dia menganggap bahwa janji mendapatkan rumah dengan iuran 3 persen setiap bulan adalah hal yang mustahil dan hanya akan membebani buruh.
Alasan kedua yang dia sampaikan adalah bahwa program Tapera saat ini hanya membebankan kepada buruh, sedangkan pemerintah tidak ikut menanggung beban iuran. Padahal, menurut UUD 1945, ketersediaan rumah adalah tanggung jawab negara dan menjadi hak rakyat.
Iqbal juga menilai bahwa program Tapera terkesan dipaksakan hanya untuk mengumpulkan dana dari masyarakat, khususnya buruh, PNS, TNI/Polri, dan masyarakat umum.
Dia khawatir bahwa iuran ini akan menjadi ladang korupsi bagi oknum tertentu seperti yang terjadi pada ASABRI dan Taspen.
“Jangan sampai korupsi baru merajalela di Tapera sebagaimana terjadi di ASABRI dan TASPEN. Dengan demikian, Tapera kurang tepat dijalankan sebelum ada pengawasan yang sangat ketat untuk mencegah korupsi dalam dana program Tapera,” tegas Iqbal.(NA)