Jakarta, Lini Indonesia – Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengkhawatirkan, Revisi Undang-Undang (RUU) Kepolisian bisa menganggu independensi lembaganya. Dalam pasal tersebut, Kepolisian berhak mengawasi dan membina teknis Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di kementerian atau lembaga.
“Satu hal yang tidak bisa diganggu adalah persoalan independensi KPK. Sebagaimana diatur dalam pasal 3 UU KPK, independensi antara lain juga menyangkut rekruitmen penyelidik/penyidik,” kata Alex kepada awak media, Selasa (4/6/2024).
Alex menjelaskan, KPK tidak perlu meminta izin untuk mengangkat penyidik/penyelidik kepada aparat penegak hukum lainnya. KPK hanya perlu berkoordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya untuk berkomunikasi.
“Hanya dalam pelatihannya berkoordinasi dengan APH, bisa Polri, atau kejaksaan agung. KPK tidak perlu meminta restu dari lembaga lain untuk mengangkat penyelidik/penyidik,” kata Alex.
Bahkan, kata Alex, KPK yang memiliki kewenangan untuk mengawasi APH dalam kinerjanya. “Dalam penanganan perkara korupsi justru KPK yang oleh UU diberi kewenangan untuk mengawasi kinerja APH lain,” ujarnya.
YLBHI mengkritik usulan memberi kewenangan polisi untuk mengawasi dan membina PPNS di kementerian/lembaga. Usulan tertuang dalam RUU Polri Pasal 14 Ayat 1b menjelaskan, bahwa polisi berwenang mengawasi dan membina teknis PPNS.
RUU Polri juga dianggap sarat upaya intervensi dalam penegakan hukum, di kementerian/lembaga. Sebab, dalam Pasal 16 Ayat 1 beleid tersebut, Polri juga diberikan. (*)