Jakarta, Lini Indonesia – Kondisi ekonomi global belakangan ini mengalami serba ketidakpastian. Kondisi internal sebuah negara sangatlah menentukan. Diantaranya, Bagaimana mengelola pertumbuhan ekonomi tetap tumbuh signifikan, mengurangi kemiskinan dan pengangguran.
Sejumlah negara telah menyatakan diri atau dinyatakan bangkrut lantaran gagal membayar utang.
Salah satu negara yang pada tahun ini menyatakan diri dalam kondisi bangkrut adalah Pakistan. Negara di kawasan Asia Selatan ini menghadapi krisis ekonomi yang telah melebar ke krisis multidimensi. Masih di kawasan Asia Selatan, Sri Lanka juga sedang mengalami kebangkurtan dan kini menghadapi krisis kemanusiaan.
Berdasarkan Global Crisis Response Group dari Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dirilis pada tahun lalu, sekitar 1,6 miliar orang di 94 negara sejak tahun lau menghadapi setidaknya satu dimensi krisis pangan, energi dan sistem keuangan. Sekitar 1,2 miliar dari mereka tinggal di negara-negara yang sangat rentan terhadap krisis biaya hidup ditambah krisis lainnya.
Penyebab pasti kesengsaraan negara-negara ini bervariasi. Namun, semua mendapatkan imbas dari melonjaknya biaya untuk makanan dan bahan bakar akibat perang Rusia melawan Ukraina yang melanda tepat ketika gangguan terhadap pariwisata dan aktivitas bisnis lainnya akibat pandemi virus corona baru mulai memudar.
Ketegangan ekonomi memicu protes di banyak negara. Menurut PBB, lebih dari separuh negara termiskin di dunia berada dalam kesulitan utang atau berisiko tinggi. Beberapa krisis terburuk terjadi di negara-negara yang sudah hancur oleh korupsi, perang saudara, kudeta, atau bencana lainnya. Mereka bingung, tetapi dengan beban penderitaan yang tidak semestinya.
Berikut daftar negara yang sudah bangkrut:
Pakistan
Menteri Pertahanan Pakistan Khwaja Asif pada awal tahun ini menyatakan bahwa negaranya sudah bangkrut. Negara Asia Selatan ini mengalami kesulitan keuangan dan telah menjadi pasine IMF sejak sebelum pandemi Covid-19. Pakistan mendapatkan dana talangan dari IMF sebesar US$ 6 miliar pada 2019 dan tambahan US$ 1,1 miliar pada 2020 untuk penanganan banjir.