Ibu kota mencatat tiga kematian yang terkait dengan sengatan panas pada hari Sabtu dan tiga lainnya pada hari Senin, ketika suhu mencapai sekitar 35 derajat Celsius pada tengah hari, menurut kantor pemeriksaan medis kota.
Tanpa AC, saya merasa sulit untuk bertahan hidup,” kata penduduk Tokyo Sumiko Yamamoto, 75 tahun, kepada AFP, seraya menambahkan bahwa ia merasa ‘cuaca menjadi sangat panas’ sejak tahun lalu.
“Melalui saran yang diberikan di TV, saya berusaha untuk tetap terhidrasi sebisa mungkin. Karena saya sudah tua, saya berhati-hati agar tidak pingsan,” kata Yamamoto.
Sengatan panas sangat mematikan di Jepang, yang memiliki populasi tertua kedua di dunia setelah Monako.
Usia Yamamoto menempatkannya dalam kelompok demografi yang ditandai oleh para ahli kesehatan sebagai kelompok yang sangat rentan terhadap sengatan panas, bersama dengan bayi dan mereka yang tinggal sendiri atau yang terlalu miskin untuk membeli AC.
Asosiasi Kedokteran Akut Jepang pada hari Senin memperingatkan tentang meningkatnya jumlah kematian akibat kelelahan akibat panas di seluruh negeri, yang meningkat dari hanya beberapa ratus per tahun dua dekade lalu menjadi sekitar 1.500 pada tahun 2022.
“Jumlah kematian yang sangat banyak menunjukkan bahwa sengatan panas sekarang menimbulkan bahaya yang setara dengan “bencana alam besar,” ujar asosiasi itu, memperingatkan terhadap perjalanan yang tidak penting.
Seorang pekerja pertanian berusia 86 tahun ditemukan tewas pada hari Senin di sebuah ladang di wilayah barat daya Fukuoka, ada handuk dan botol air, kata surat kabar Asahi.(*)