Jakarta, Lini Indonesia – Rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025 masih menuai perhatian publik. Awalnya, pemerintah menyebut kenaikan ini akan lebih berdampak pada barang-barang premium.
Namun, Kementerian Keuangan kemudian menegaskan bahwa tarif baru ini berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenai tarif PPN 11%, termasuk layanan uang elektronik dan dompet digital.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Dwi Astuti, menjelaskan bahwa pengenaan pajak pada uang elektronik bukanlah hal baru. PPN sudah diterapkan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 yang mengatur pajak untuk penyelenggara teknologi finansial.
Dwi menegaskan bahwa dasar pengenaan pajak bukan pada nilai top-up, saldo, atau transaksi jual beli, melainkan pada jasa layanan penggunaan uang elektronik atau dompet digital yang diberikan oleh penyedia layanan.
“Dengan demikian, jasa layanan uang elektronik dan dompet digital tidak masuk kategori objek pajak baru,” ujar Dwi, dikutip dari CNBC.
Sebagai contohnya, untuk top-up uang elektronik sebesar Rp1.000.000 dengan biaya administrasi Rp1.500, tarif PPN 11% dihitung dari biaya administrasi tersebut. Hasilnya, PPN sebesar Rp165, sehingga total transaksi menjadi Rp1.001.665.
Dengan kenaikan tarif PPN menjadi 12%, biaya PPN naik menjadi Rp180, sehingga total transaksi menjadi Rp1.001.680. Kenaikan 1% ini hanya menambah beban sebesar Rp15 per transaksi.
Ilustrasi serupa berlaku untuk transaksi lain. Jika seseorang mengisi saldo dompet digital Rp500.000 dengan biaya administrasi Rp1.500, PPN 11% sebesar Rp165 akan membuat total biaya menjadi Rp501.665. Setelah tarif PPN naik menjadi 12%, PPN menjadi Rp180 dan total biaya berubah menjadi Rp501.680.
“Sepanjang biaya jasa layanan tidak berubah, kenaikan PPN 1% hanya memberikan tambahan yang minimal,” tambah Dwi.
Kenaikan PPN ini diharapkan memberikan dampak positif pada penerimaan negara, meskipun kenaikannya relatif kecil bagi pengguna layanan. Namun, masyarakat diimbau untuk memahami perubahan ini agar dapat mengelola transaksi keuangan dengan lebih bijak.(NA)