Jakarta, Lini Indonesia – Kasus penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di wilayah perairan kembali menjadi sorotan publik, dengan kontroversi kali ini muncul di Laut Timur Surabaya, Jawa Timur. Temuan ini menarik perhatian lantaran dianggap melanggar sejumlah aturan tata ruang dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Kasus ini bermula dari ditemukannya area seluas 656 hektare di kawasan timur Eco Wisata Mangrove Gunung Anyar, Surabaya, yang diterbitkan dengan sertifikat HGB.
Data ini diungkap melalui aplikasi resmi Bhumi milik Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional atau A T R BPN, yang menunjukkan beberapa titik koordinat lokasi HGB di wilayah tersebut.
Keberadaan sertifikat HGB di perairan ini dinilai bertentangan dengan Putusan MK yang dengan jelas melarang penggunaan ruang laut untuk kepentingan pribadi atau komersial.
Reno Eza Mahendra, seorang peneliti dari Urbaning, menilai bahwa masalah ini menunjukkan ketidaksesuaian antara aturan hukum yang ada dan praktik administrasi pertanahan yang berlaku.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, mengungkapkan modus yang sering digunakan dalam kasus seperti ini. Proses reklamasi dilakukan dengan cara memagari laut untuk menahan ombak, yang kemudian memicu terjadinya sedimentasi alami.
Seiring waktu, area ini akan menjadi daratan baru yang kemudian diperkokoh dengan penerbitan sertifikat HGB atau bahkan Sertifikat Hak Milik S H M. Namun, Trenggono menegaskan bahwa sertifikat yang diterbitkan di dasar laut adalah ilegal.
Sebelum masalah di Surabaya ini mencuat, kasus serupa juga terjadi di Laut Tangerang, di mana ditemukan 263 bidang sertifikat HGB dan 17 sertifikat SHM yang diterbitkan di wilayah laut milik perusahaan dan individu. Kasus ini pun menimbulkan kontroversi karena dianggap melanggar ketentuan tata ruang yang berlaku.
Meskipun begitu, Badan Pertanahan Nasional Jawa Timur membantah bahwa ada penerbitan HGB di wilayah Surabaya. Kepala Kanwil BPN Jawa Timur bahkan menyatakan bahwa lokasi yang disebutkan bukanlah berada di Surabaya.
Terkait dengan kasus ini, Menteri A T R BPN, Nusron Wahid, mengungkapkan bahwa sertifikat HGB yang diterbitkan di wilayah perairan dapat dibatalkan jika terbukti ada cacat material, prosedural, atau hukum.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021, pembatalan sertifikat dapat dilakukan tanpa perlu pengadilan selama sertifikat tersebut belum berusia lima tahun.
Yang tak kalah penting, keberadaan sertifikat HGB di atas laut berdampak serius terhadap tata ruang dan kelestarian lingkungan.
Pemanfaatan wilayah perairan untuk kepentingan privat dapat merugikan masyarakat luas, mengancam ekosistem laut, serta menimbulkan ketidaksesuaian dengan peraturan yang ada. Sebagai langkah antisipasi, pemerintah diharapkan segera mengambil tindakan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.(NA)