Jakarta, Lini Indonesia – Mantan Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, mendatangi Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk memberikan keterangan sebagai saksi dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023.
Ahok tiba di Kejagung pada Kamis (13/3/2025) sekitar pukul 08.36 WIB. Ia mengenakan kemeja batik coklat lengan panjang dan membawa sebuah buku coklat. Ahok datang didampingi seorang staf, sementara staf lainnya telah menunggu di dalam gedung pemeriksaan.
Dalam keterangannya, Ahok menyatakan kesiapannya untuk membantu Kejagung dalam mengungkap kasus ini.
“Secara struktur memang ini berada di bawah subholding, tetapi saya senang bisa membantu kejaksaan. Apa yang saya ketahui akan saya sampaikan,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, telah mengonfirmasi bahwa Ahok dijadwalkan untuk diperiksa pada Kamis pukul 10.00 WIB.
Kasus ini telah menyeret sembilan tersangka, yang terdiri dari enam petinggi anak usaha Pertamina dan tiga broker. Para petinggi yang ditetapkan sebagai tersangka antara lain Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi; Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin; VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono; Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; serta VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.
Sementara itu, tiga broker yang turut menjadi tersangka adalah Muhammad Kerry Adrianto Riza, pemilik manfaat PT Navigator Khatulistiwa; Dimas Werhaspati, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; serta Gading Ramadhan Joedo, Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
Kejagung memperkirakan kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp 193,7 triliun. Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(*)