Jakarta, Lini Indonesia – Kasus dugaan eksploitasi terhadap karyawan Oriental Circus Indonesia (OCI) baru-baru ini mencuat ke permukaan dan menjadi perbincangan hangat di berbagai platform media sosial.
Di balik pertunjukan memukau yang selama ini memikat penonton, muncul kesaksian memilukan dari para mantan pemain sirkus yang mengaku menjadi korban kekerasan dan perlakuan tidak manusiawi selama bertahun-tahun.
Pengakuan Mantan Pemain: Kekerasan Fisik hingga Identitas yang Kabur
Beberapa mantan anggota OCI, seperti Butet dan Ida, dengan berani membuka kisah kelam mereka. Mereka mengaku mengalami kekerasan fisik yang serius, termasuk dipukul, disetrum, bahkan dipasung. Tidak hanya itu, mereka juga dipaksa tetap tampil di atas panggung meskipun dalam kondisi luka atau cedera.
Yang lebih memprihatinkan, sejumlah mantan pemain dibawa masuk ke lingkungan sirkus sejak usia sangat muda. Bahkan, ada di antara mereka yang tumbuh besar tanpa mengetahui siapa orang tua kandung mereka atau asal-usul yang sebenarnya. Lingkungan sirkus menjadi satu-satunya dunia yang mereka kenal.
Respons Pihak OCI dan Klarifikasi Kerja Sama dengan Taman Safari
Menanggapi tuduhan tersebut, pendiri Oriental Circus Indonesia, Tony Sumampouw, membantah keras adanya eksploitasi atau penyiksaan. Menurutnya, tindakan yang selama ini dilakukan hanyalah bentuk pendisiplinan dalam konteks pelatihan. Ia juga menyatakan bahwa seluruh pemain telah menerima kompensasi sesuai kesepakatan.
Sementara itu, Taman Safari Indonesia (TSI) yang sebelumnya pernah menjalin kerja sama dengan OCI, menyampaikan klarifikasinya.
Mereka menegaskan bahwa TSI dan OCI adalah dua entitas yang sepenuhnya berbeda, baik dari sisi manajemen maupun operasional. Pihak TSI juga menyatakan bahwa mereka selalu menjunjung tinggi prinsip hak asasi manusia dan tidak pernah melakukan pelanggaran terhadap karyawan.
Langkah Pemerintah dan Isu Lebih Luas soal Eksploitasi di Industri Hiburan
Menanggapi viralnya kasus ini, Kementerian Hukum dan HAM menyatakan akan menyelidiki lebih lanjut dengan memanggil kedua pihak, yakni OCI dan TSI. Tujuannya adalah untuk menggali keterangan secara menyeluruh dan mencari solusi agar kasus serupa tidak terulang kembali di masa depan.
Kasus ini bukan hanya membuka mata publik soal kondisi manusia di balik pertunjukan sirkus, tapi juga mengingatkan kembali pada isu eksploitasi yang lebih luas.
Pada 2018, OCI sempat mendapat sorotan karena penggunaan satwa dalam atraksi mereka, yang kemudian dihentikan setelah tekanan dari para aktivis. Kini, fokus perhatian berpindah ke bagaimana manusia pun bisa menjadi korban eksploitasi dalam industri hiburan yang terlihat gemerlap di permukaan.
Harapan untuk Perubahan Nyata
Publik kini berharap agar kasus ini diusut tuntas dan para korban bisa mendapatkan keadilan. Tak hanya itu, penting bagi pemerintah dan pelaku industri untuk merumuskan regulasi yang lebih tegas dalam melindungi pekerja hiburan. Dunia hiburan seharusnya tidak mengorbankan martabat dan hak asasi manusia demi tontonan semata. (nn)