Sidoarjo, Lini Indonesia – Genap 100 hari kepemimpinan pasangan Bupati-Wakil Bupati Sidoarjo, Bandi dan Mimik, sejak pelantikan serentak pada 20 Februari 2025. Masa ini bertepatan dengan dimulainya proses Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB), menggantikan istilah PPDB, yang selalu jadi sorotan setiap tahun ajaran baru.
Namun, harapan akan perubahan belum tampak nyata. Proses SPMB, terutama di tingkat SMP negeri, dinilai masih menyimpan persoalan klasik: ketidaktransparanan dan indikasi praktik nepotisme.
Sebuah laporan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024 mengungkap bahwa Sidoarjo hanya mencapai skor integritas 71,88—menempatkannya pada level “integritas korektif”, atau tingkat dua dari lima kategori yang ada. Dimensi tata kelola, yang paling krusial dalam urusan penerimaan siswa, justru memperoleh skor paling rendah: 60,62 alias “rentan”.
Lebih mengkhawatirkan lagi, temuan SPI menunjukkan 73,02% responden menyebut adanya perlakuan khusus dalam penerimaan siswa. Angka ini jauh di atas rata-rata nasional sebesar 59,54%.
“Ini mengkonfirmasi bahwa setiap tahun selalu ada ‘pintu belakang’ dalam penerimaan murid baru,” ungkap Badruzzaman, pengamat pendidikan yang juga penulis naskah kritik terhadap pelaksanaan 100 hari kerja di bidang pendidikan. “Jika tidak ada penegakan nilai objektif, transparan, dan akuntabel, maka semua jargon hanya tinggal ‘omon-omon’.”
Meski Inspektorat dan Dinas Pendidikan telah mencanangkan “Jihad Anti Korupsi” di SMPN 2 Sidoarjo pada April lalu, langkah ini dinilai belum menyentuh akar persoalan. “Upaya ini hanya menyasar karakter siswa, belum menjangkau dimensi tata kelola yang rentan,” tambah Badruzzaman.
Dalam suasana ajaran baru, yang semestinya menjadi momentum pembaruan nilai dan komitmen, publik masih menanti apakah duet Bandi–Mimik akan menciptakan warisan yang berbeda. “Tak perlu ajaran baru, cukup tegakkan nilai lama secara konsisten. Yang dibutuhkan hanya kemauan politik,” tutupnya.