Sidoarjo, Liniindonesia.com – Polemik pemindahan puluhan siswa dari dua sekolah dasar negeri di Kecamatan Porong, Sidoarjo, memunculkan kekecewaan orang tua. Namun, Dinas Pendidikan (Dispendik) Kabupaten Sidoarjo justru menilai persoalan ini bukan masalah besar dan menyebutnya sekadar penyesuaian sistem.
Kepala Dispendik Sidoarjo, Tirto Adi, menjelaskan bahwa pemindahan siswa terjadi akibat aturan ketat Data Pokok Pendidikan (Dapodik) yang mengatur kuota dan jumlah rombongan belajar (rombel). Ia menegaskan, pemindahan itu bukan keputusan sepihak, melainkan konsekuensi dari regulasi pusat.
“Yang 28 siswa di SDN Candipari 2 sudah aman karena sudah masuk Dapodik. Sementara 14 siswa lainnya yang kelebihan ini yang sedang kami perjuangkan,” ujarnya, Rabu (20/8).
Meski demikian, Tirto menegaskan bahwa seluruh siswa sudah dialihkan ke sekolah lain di sekitar lokasi, seperti SDN Candipari 1, SDN Pesawahan, dan SDN Wunut. Bahkan, ia menyebut bila anak dan orang tua sudah merasa nyaman, maka permasalahan dianggap selesai.
“Kalau anak dan orang tua sudah merasa nyaman di sekolah barunya, berarti persoalan sudah selesai. Tapi kalau belum, nanti akan kami perjuangkan,” lanjutnya.
Pernyataan ini memunculkan kesan bahwa Dispendik meremehkan keresahan orang tua siswa yang mendadak harus memindahkan anaknya ke sekolah baru.
Tirto juga menambahkan, kebijakan pembatasan kuota dilakukan untuk mencegah sekolah swasta kehilangan murid. “Kami membatasi pagu dan rombel negeri sesuai kapasitas agar tidak mematikan sekolah swasta. Kepala sekolah seharusnya bisa membaca tren peminat dari tahun ke tahun dan mengajukan rombel tambahan jika dibutuhkan,” tegasnya.
Sebagai tindak lanjut, Dispendik mengaku sudah bersurat ke Kementerian Pendidikan dan berencana melaporkan kondisi ini kepada Bupati Sidoarjo. Namun, bagi banyak orang tua siswa, jawaban itu tidak cukup melegakan.
Tirto bahkan mengingatkan agar orang tua lebih melek informasi penerimaan murid baru, serta menegaskan bahwa kebijakan ini semata untuk menjaga mutu pendidikan.
“Ini tidak main-main. Orang tua juga harus melek informasi SPMB, dan kepala sekolah harus lebih cerdas membaca kebutuhan rombel,” pungkasnya.
Sementara itu, orang tua berharap pemerintah daerah tidak sekadar berdalih soal sistem, melainkan hadir memberikan solusi nyata agar hak anak untuk bersekolah tidak terusik.