GMNI Malang: Soeharto Pengkhianat Revolusi, Tolak Keras Gelar Pahlawan

Malang, LiniIndonesia.com – ​Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) Malang secara organisasional dan ideologis menolak tegas wacana penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto, dengan alasan bahwa rezim Orde Baru telah mengkhianati semangat Revolusi 1945, menghapus nilai-nilai Marhaenisme, dan meninggalkan catatan kelam berupa pelanggaran HAM berat.

Penolakan ini merupakan penegasan komitmen organisasi kader dalam menjaga kemurnian sejarah dan menuntut negara untuk tidak melakukan glorifikasi terhadap sosok yang dinilai bertanggung jawab atas dosa-dosa politik di masa lalu.

​Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPC GMNI) Malang secara resmi mengeluarkan pernyataan penolakan keras menjelang Hari Pahlawan Nasional 10 November, di mana isu pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto kembali mencuat.

Ketua DPC GMNI Malang, Albert Waatwahan, menegaskan bahwa sikap organisasi ini adalah penegasan komitmen ideologis untuk menjaga kemurnian ajaran Marhaenisme Bung Karno, yang dipandang sangat bertentangan dengan praktik kekuasaan dan aspek manajerial negara selama era Orde Baru. Menurutnya, upaya pemberian gelar tersebut bukan sekadar kesalahan moral, tetapi merupakan tindakan serius yang mencederai perjuangan rakyat dan para korban pelanggaran hak asasi manusia.

​Albert Waatwahan menekankan bahwa kepemimpinan Soeharto mewakili puncak dari kontrarevolusi, yang secara manajerial menumpas kaum Marhaen, mengganti demokrasi kerakyatan dengan otoritarianisme militeristik, serta melakukan De-Soekarnoisasi secara sistematis. Ia juga menyoroti kegagalan manajerial negara di bidang ekonomi, di mana kebijakan Kapitalisme Komprador menjadikan Indonesia sebagai pasar dan pelayan modal asing, serta mewariskan ketimpangan sosial yang persisten hingga kini.

​“Kami menilai bahwa pemberian gelar tersebut bukan sekadar kesalahan moral dan historis, tetapi juga upaya sistematis untuk mencuci dosa politik Orde Baru yang telah meninggalkan luka panjang bagi rakyat Indonesia,” tegas Albert Waatwahan. Minggu, 09/10/25

​Lebih lanjut, Albert Waatwahan menjelaskan pandangan ideologis GMNI bahwa kepahlawanan harus diukur dari keberpihakan total kepada rakyat. Ia menggarisbawahi catatan kelam pelanggaran HAM berat yang terjadi selama tiga dekade kekuasaan Orde Baru sebagai alasan fundamental penolakan. Catatan ini mencakup Tragedi 1965–1966, Pelanggaran HAM seperti Tanjung Priok 1984, Talangsari 1989, dan Tragedi Mei 1998, yang semuanya merupakan bukti manajerial kekerasan negara terhadap rakyatnya sendiri.

​“Dalam Marhaenisme, pahlawan sejati adalah mereka yang membebaskan manusia dari penindasan, bukan mereka yang memperbudak bangsanya sendiri. Maka, menyamatkan gelar pahlawan kepada Soeharto adalah pengkhianatan terhadap Marhaenisme itu sendiri,” kata Albert Waatwahan.

​Menutup pernyataan organisasinya, Ketua DPC GMNI Malang ini menyerukan kepada Pemerintah RI dan Dewan Gelar Pahlawan Nasional untuk segera menghentikan wacana pemberian gelar tersebut demi menjaga integritas moral dan konstitusi. Ia juga mengajak masyarakat dan generasi muda untuk secara kritis melawan amnesia sejarah.

​“Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri yang berjiwa penjajah,” tutup Albert Waatwahan, mengutip pesan Bung Karno, menegaskan kembali bahwa GMNI tidak akan diam dalam menghadapi upaya pemutarbalikan sejarah demi menjaga martabat bangsa dan amanat Revolusi 1945. (Yoga)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *