Sidoarjo, Lini Indonesia — Dugaan praktik penahanan ijazah terhadap sejumlah eks karyawan Rumah Sakit Sheila Medika, Kecamatan Sedati, Sidoarjo, mencuat ke publik.
Rumah sakit yang dikaitkan dengan Anggota DPRD Jawa Timur dari Fraksi Gerindra, Dr. Benyamin, tersebut diduga menerapkan kewajiban membayar denda hingga belasan juta rupiah kepada pegawai yang mengundurkan diri sebelum ijazah mereka dikembalikan.
Seorang mantan karyawan—nama samaran Lailah—mengaku ijazahnya masih ditahan dan dirinya dikenakan denda tinggi meskipun tidak menerima gaji secara penuh selama bekerja.
“Saya belum dapat pengganti kerja, tapi denda terus berjalan. Saya bahkan tidak pernah menerima gaji sepeser pun. Mereka bilang denda saya sebelas juta lebih. Ijazah saya tidak bisa diambil kalau tidak bayar,” ujar Lailah.
“Kalau mau ambil ijazah, diminta bayar dua juta dulu untuk tebus,” tambahnya.
Pengakuan itu memicu diskusi di antara eks pekerja lainnya. Beberapa mantan pegawai menyebut mengalami pengalaman serupa, termasuk kewajiban membayar denda jika resign sebelum masa kontrak terpenuhi.
Pengamat ketenagakerjaan non-pemerintahan, Dr. Anwar Rahmat, menilai praktik penahanan ijazah berpotensi melanggar aturan hubungan industrial.
“Ijazah tidak boleh dijadikan jaminan kerja. Kalau pengembalian ijazah dikaitkan dengan denda, apalagi jumlahnya besar, itu harus diuji legalitasnya,” tegasnya.
“Aparat dan Disnaker perlu memeriksa agar tidak ada pihak yang dirugikan,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, Dr. Benyamin, Anggota DPRD Jatim yang disebut sebagai pemilik RS Sheila Medika, menyampaikan bantahan atas tuduhan yang berkembang. Ia menegaskan bahwa penyerahan ijazah karyawan dilakukan secara sukarela dan disertai dokumen resmi.
“Setahu saya di bagian HRD, ada surat yang menunjukkan bahwa karyawan menitipkan ijazah secara sukarela. Ada tanda tangan mereka di dokumen tersebut,” jelas Benyamin.
“Terkait tuduhan denda sebelas juta lebih, saya minta orang yang menyampaikan itu dipertemukan dengan saya dan HRD. Supaya terang siapa yang benar dan siapa yang tidak,” kata Benyamin.
“Kami siap membuka data agar semuanya clear. Jangan sampai ada fitnah,” tegasnya.
Dr. Benyamin menambahkan bahwa pihaknya mendukung penyelesaian yang adil dan mengedepankan komunikasi terbuka antara manajemen dan para mantan pegawai.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pertemuan resmi antara pihak rumah sakit, eks karyawan, dan HRD untuk mengklarifikasi data denda maupun status ijazah. Para mantan pegawai berharap proses itu dapat difasilitasi agar persoalan dapat terselesaikan tanpa kerugian bagi salah satu pihak.(YOGA)







