‎Polemik Istana Mentari, Pakar : Aturan Sudah Final, Tidak Perlu Voting Warga Makam Harus Dibongkar

‎Sidoarjo, Lini Indonesia – Polemik pendirian makam di atas lahan komersial di kawasan Perumahan Istana Mentari (Ismen), Kabupaten Sidoarjo, kian memanas. Desakan pembongkaran tidak hanya datang dari warga, tetapi juga ditegaskan oleh pengamat hukum tata ruang yang menilai langkah voting untuk menentukan nasib makam dinilai tidak relevan, karena pelanggaran peruntukan lahan sudah bersifat absolut.

Direktur Kajian Hukum & Tata Ruang Lembaga Pengamat Hukum Publik (LPHP), Dr. Surya Pratama, S.H., M.H., menilai pemakaman yang berdiri di atas lahan komersial tanpa izin formal dan tanpa revisi siteplan, secara mutatis mutandis telah menyalahi aturan tata ruang daerah.

“Kasus ini bukan sekadar dinamika sosial antarwarga. Ini menyentuh aspek administrasi pertanahan dan kepatuhan tata ruang. Peruntukan lahan komersial dalam dokumen siteplan bersifat mengikat. Jika difungsikan sebagai makam tanpa izin dan tanpa perubahan peruntukan, maka jelas melanggar regulasi Pemkab Sidoarjo,” ujar Surya saat dihubungi, Jumat (26/12/2025).

Ia bahkan menilai, wacana voting warga untuk menentukan pembongkaran makam adalah langkah yang tidak perlu.

‎“Untuk apa voting? Ini sudah clear. Pemerintah daerah harus bertindak tegas. Tidak ada alasan menunda. Pemkab diminta segera bongkar dan relokasi, sesuai aturan yang berlaku,” tegasnya.

Risiko Voting Tertutup
‎Surya juga mengingatkan, jika voting tetap dipaksakan dengan mekanisme tertutup atau survei internal, justru membuka celah masalah baru. Ia membeberkan setidaknya delapan risiko utama, mulai dari bias hingga potensi konflik sosial.

“Polling tertutup itu rawan bias dan manipulasi, karena metode dan sampel tidak transparan. Hasilnya mudah diarahkan sesuai kepentingan tertentu. Selain itu, publik tidak bisa memverifikasi. Ini mencederai akuntabilitas dan bisa disalahgunakan sebagai pembenaran keputusan,” ungkapnya.

Ia menambahkan, keputusan berbasis polling internal yang tidak representatif bisa menimbulkan overconfidence di level pengambil kebijakan.

‎“Mereka bisa merasa datanya pasti benar, padahal margin error dan keterbatasannya tidak terlihat,” imbuh Surya.

Aspek privasi responden pun jadi sorotan.

‎“Responden sering tidak tahu bagaimana datanya dipakai. Ini bisa berujung pada pelanggaran etika dan kerahasiaan. Lebih parah lagi, jika data itu bocor, bisa memicu spekulasi, kegaduhan, bahkan memperuncing konflik,” katanya.

Desakan ke Pemerintah
‎Lebih jauh, Surya menegaskan bahwa pelanggaran peruntukan lahan tidak bisa dikompromikan oleh hasil polling apa pun. Menurutnya, pembongkaran bukan lagi pilihan, melainkan kewajiban administrasi dan tata kelola ruang.

“Jika ini dibiarkan, jadi preseden buruk. Masyarakat akan melihat bahwa siteplan bisa diabaikan tanpa konsekuensi. Pemerintah harus hadir sebagai penegak aturan, bukan melempar tanggung jawab ke voting yang tertutup,” tandasnya.

Sementara itu, hingga berita ini ditayangkan, pihak Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Cipta Karya (Perkim) Sidoarjo belum memberikan keterangan resmi terkait rencana penindakan di lapangan.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *