Sidoarjo, Lini Indonesia – Suhu politik internal PDI Perjuangan Kabupaten Sidoarjo menghangat seiring dengan pergantian pucuk pimpinan DPC. Hari Yulianto atau yang dikenal sebagai Bung Ketjeng resmi ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPC PDIP Kabupaten Sidoarjo, menggantikan Sumiharsono yang telah memimpin selama beberapa periode.
Penunjukan ini tidak lepas dari kebutuhan untuk menyegarkan struktur dan mengakselerasi kerja-kerja partai di tengah dinamika politik menjelang Pemilu 2029. Posisi Plt Sekretaris DPC juga mengalami perubahan, kini diisi oleh sosok organisatoris Bambang Riyoko.
Kader muda PDIP yang dikenal vokal dan progresif, Endhy Budhi, menyambut rotasi ini dengan sikap optimis namun tetap kritis. Ia menilai, pergantian ini harus dijadikan momentum untuk membangkitkan kembali mesin partai yang sempat stagnan di level akar rumput.
“Ini bukan sekadar pergantian wajah. Ini adalah alarm politik. Mesin partai harus segera digeber. Kalau tidak, kita bisa tergilas dalam arus politik nasional yang makin keras,” ujar Endhy kepada awak media, Kamis (3/7/2025).
Endhy juga secara terbuka menyampaikan rasa hormatnya kepada Ketua sebelumnya, Sumiharsono, atas dedikasinya. Namun ia menegaskan bahwa tantangan ke depan membutuhkan energi baru, pendekatan yang lebih progresif, serta ketegasan dalam merangkul dan menggerakkan PAC, ranting, dan sayap partai.
“Bung Ketjeng harus tegas. Jangan biarkan PAC dan anak ranting merasa seperti penonton dalam rumahnya sendiri. Mesin partai tidak cukup dipanaskan harus dipacu,” tegasnya.
Endhy mendorong agar struktur partai tidak hanya sibuk dalam manuver elite, tetapi juga menyentuh langsung denyut nadi rakyat. Menurutnya, jika tidak dilakukan revitalisasi menyeluruh, PDIP berisiko kehilangan daya pukul di akar massa tradisionalnya.
“Tahun politik bukan main-main. Yang malas harus disingkirkan. Yang tak solid, harus ditinggal. Ini waktunya bangkit dengan kepemimpinan baru yang berani ambil risiko politik,” pungkasnya.
Langkah-langkah berikutnya dari DPC PDIP Sidoarjo akan menjadi sorotan. Apakah kepemimpinan Bung Ketjeng mampu menjawab ekspektasi dan menyatukan kekuatan internal partai, atau justru membuka babak baru friksi politik di tubuh banteng?