‎Publik Desak Transparansi Pengadaan HT Diskominfo Sidoarjo

SIDOARJO,LiniIndonesia.com — Pengadaan 42 unit handy talky (HT) beserta perangkat frekuensi komunikasi antar dinas oleh Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Sidoarjo senilai Rp294 juta menuai sorotan publik.

Pasalnya, proyek tersebut dibiayai melalui pos Belanja Tak Terduga (BTT) tahun anggaran 2024, yang semestinya digunakan untuk kebutuhan darurat.

‎Berdasarkan data yang dihimpun, pengadaan tersebut mencakup 42 unit HT profesional beserta biaya izin frekuensi komunikasi. Namun sejumlah pihak mempertanyakan nilai anggaran yang dinilai jauh di atas estimasi harga pasar.

‎Secara umum, harga HT profesional di pasaran berada di kisaran Rp3 juta hingga Rp5 juta per unit, tergantung merek dan fitur. Ditambah biaya izin frekuensi tahunan dari Kementerian Kominfo sekitar Rp11 juta, total kebutuhan seharusnya berkisar antara Rp130 juta hingga Rp220 juta.

‎Ketua Lembaga Transparansi Kebijakan Publik (LTKP) Jawa Timur, Rizal Prakoso, menilai adanya perbedaan signifikan antara nilai proyek dan harga pasar perlu dijelaskan secara terbuka.

‎“Selisih puluhan juta dari estimasi tertinggi di pasar patut dipertanyakan. Kalau memang ada tambahan seperti pelatihan, repeater, atau pemeliharaan, seharusnya dirinci dalam dokumen anggaran agar tidak menimbulkan kesan pemborosan,” ujar Rizal, Rabu (5/11/2025).

‎Ia juga menyoroti penggunaan dana BTT untuk pengadaan alat komunikasi yang dinilai bukan bagian dari kebutuhan darurat.

‎“Belanja Tak Terduga idealnya digunakan untuk respons bencana atau krisis mendesak. Kalau dipakai membeli peralatan dinas, harus ada dasar urgensi administratif yang kuat,” tegasnya.

‎Sementara itu, Plt. Kepala Diskominfo Sidoarjo, Eri Sudewo, membenarkan bahwa anggaran tersebut bersumber dari BTT tahun 2024. Namun, ia menolak anggapan bahwa nilai pengadaan terlalu tinggi.

‎“Benar, sumber dananya dari pos BTT. Tapi informasi bahwa harga HT hanya Rp3 juta itu tidak benar. Kami menggunakan HT Motorola XIR P6620i UHF, dan harga pasar saat itu masih di atas Rp7 juta per unit,” jelas Eri saat dikonfirmasi, Senin (27/10/2025).

‎Ia juga menyebutkan bahwa harga tersebut sudah termasuk layanan pengaturan frekuensi dan dukungan teknis dari penyedia.

‎“Harga Rp7 juta itu sudah sangat efisien karena termasuk layanan setting frekuensi yang kami gunakan untuk komunikasi antar dinas. Jadi bukan sekadar beli alat,” tambahnya.

‎Meski begitu, sejumlah pemerhati kebijakan publik tetap mendesak Diskominfo membuka secara transparan rincian spesifikasi barang, vendor, serta proses pengadaan.

‎“Keterbukaan informasi publik wajib dilakukan agar penggunaan dana BTT benar-benar sesuai asas akuntabilitas dan efisiensi,” ujar Rizal Prakoso menambahkan.

Hingga narasi ini dipublikasikan, pihak Diskominfo tetap menutup akses terhadap rincian kontrak pengadaan, spesifikasi teknis barang yang dibeli, serta dokumen kajian kebutuhan darurat yang menjadi dasar utama pencairan dana BTT.

Read More

Kondisi ini diperparah dengan sikap bungkamnya pejabat kunci di Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Sidoarjo, termasuk Sekretaris Daerah, yang memilih enggan menanggapi dugaan pelanggaran fatal dalam mekanisme pencairan BTT secara keseluruhan. Kegagalan Pemkab Sidoarjo dalam memberikan klarifikasi yang transparan dan akuntabel telah mendorong desakan publik agar DPRD Sidoarjo segera mengambil alih fungsi pengawasan melalui audit tematik BTT 2024. Ini merupakan langkah krusial untuk mencegah kerugian negara dan membongkar dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan atas nama dana krisis. (Yoga)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *