Pada layanan kesehatan tingkat lanjut yaitu rumah sakit juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang memuat bahwa persyaratan teknis bangunan rumah sakit harus memenuhi aspek fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang disabilitas, anak-anak dan orang usia lanjut.
Namun demikian, pada kenyataannya masih ditemui banyak hambatan bagi penyandang disabilitas dalam mendapatkan layanan kesehatan yang memenuhi aspek aksesibilitas. Survei akses dan kualitas layanan kesehatan bagi penyandang disabilitas yang dilakukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2019 terhadap penyandang disabilitas berusia diatas 17 tahun pada 4 kota yaitu Bandung, Makassar, Solo dan Kupang menunjukan masih tingginya kesenjangan terhadap pelayanan kesehatan bagi penyandang disabilitas.
Fasilitas kesehatan yang ada belum cukup mengakomodasi kebutuhan khusus dari penyandang disabilitas dari ketersediaan fasilitas handrail/pegangan rambat, kursi roda, komputer pembaca nomor urut, huruf braille, toilet penyandang disabilitas, dan loket/jalur khusus penyandang disabilitas. Selain itu tenaga kesehatan juga dinilai belum memiliki kompetensi untuk menangani penyandang disabilitas.
Survei juga menunjukkan belum seluruh penyandang disabilitas masuk dalam kepersertaan program JKN karena keterbatasan informasi.
Kondisi yang tidak jauh berbeda juga didapatkan dari studi yang dilakukan oleh Wahyudi Wibowo (2024) dalam jurnal. “Mitigating gaps in Indonesia’s social health insurance: Strategies for fulfilling the right to health for disabled persons”. Penyandang disabilitas masih menghadapi kesenjangan dalam pemenuhan hak kesehatan di Indonesia.