Jakarta, Lini Indoneaia – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya, menyatakan bahwa PBNU telah mengajukan izin pengelolaan lahan tambang kepada pemerintah.
Ini dilakukan setelah pemerintah mengeluarkan revisi PP No. 96 tahun 2021 yang memungkinkan organisasi keagamaan memperoleh konsesi tambang.
“Kami memang sudah mengajukan begitu pemerintah mengeluarkan revisi PP No 96 tahun 2021 yang memungkinkan untuk ormas keagamaan mendapatkan konsesi tambang, kami juga kemudian mengajukan permohonan,” ujar Gus Yahya di Kantor PBNU, Jakarta, Kamis (6/9/2024) dikutip CNN.
Gus Yahya belum mengetahui lokasi tambang yang akan diberikan oleh pemerintah. Namun, ia menegaskan bahwa PBNU akan menolak jika lahan tersebut berada di wilayah permukiman masyarakat atau bersinggungan dengan hak ulayat masyarakat adat.
“Kalau kan NU dikasih tempat konsesi di tengah permukiman ya tentu saja kita ndak akan mau. Atau dikasih konsesi yang di situ ada klaim hak ulayat misalnya ya tentu tidak bisa, kita tidak mau lah. Kita lihat dulu di mana tempatnya kan,” ujarnya.
Ia menyatakan bahwa NU membutuhkan sumber pendapatan yang halal untuk membiayai kegiatan organisasi yang meliputi bidang keagamaan, kemasyarakatan, ekonomi, dan lain-lain.
Banyak warga NU di tingkat bawah yang memerlukan bantuan anggaran, seperti pesantren dengan fasilitas terbatas dan guru-guru NU dengan gaji minim.
Gus Yahya menyambut baik kesempatan dari pemerintah untuk memperoleh izin tambang bagi organisasi keagamaan. Ia menambahkan bahwa janji pemberian tambang ini sudah dibahas sejak Muktamar NU tahun 2021 lalu.
Menurutnya, mendapatkan izin tambang dapat menjadi solusi cepat dibandingkan menunggu bantuan pemerintah yang biasanya memakan waktu lama karena prosedur birokrasi.
Presiden Jokowi telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang merupakan revisi dari PP Nomor 96 Tahun 2021, memberikan kesempatan kepada organisasi keagamaan seperti NU untuk mengelola tambang.
Keputusan ini mendapat tanggapan beragam dari berbagai organisasi, ada yang menyambut baik dan ada yang menolak. (*)