Di sini justru kekurangan nikah sirri yang pada akhirnya merugikan pihak perempuan sendiri di kemudian hari, seperti tidak memiliki buku nikah, tidak ada pengakuan hukum positif, kesulitan mengklaim hak nafkah jika ditinggal suami, kesulitan mengurus administrasi kependudukan, sulit mengklaim hak waris jika sengketa di pengadilan, dan sebagainya.
Meski demikian, pernikahan tanpa wali nasab ayah kandung bukan berarti tidak bisa dilangsungkan. Pernikahan masih mungkin dilangsungkan dengan wakil wali atau wali di bawahnya (ab’ad) selama ada taukil atau izin dari wali aqrab-nya. Pasalnya, tidak sembarang pula kakak kandung misalnya atau wali aqrab yang lain menikahkan tanpa seizin ayah kandung yang dalam hal ini orang tua Anda. Sebab, hak kewalian masih melekat padanya. Ketiadaan atau jarak wali aqrab yang jauh tidak serta merta memindahkan hak wali kepada wali ab’ad. Hal itu sejalan dengan dalil yang menyatakan:
لاَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ إِلاَّ بِإِذْنِ وَلِيِّهَا
Artinya, “Tidak boleh dinikahkan seorang perempuan kecuali seizin walinya,” (HR. Malik).
Wali nasab yang jauh justru beralih kepada wali hakim, bukan kepada wali ab’ad, namun tetap dengan sejumlah persyaratan. Antara lain adalah posisi wali nasab cukup jauh, enggan menikahkan, atau terhalang untuk hadir.
وإن غاب الولي إلى مسافة تقصر فيها الصلاة زوجها السلطان ولم يكن لمن بعده من الأولياء أن يزوج لأن ولاية الغائب باقية ولهذا لو زوجها في مكانه صح العقد وإنما تعذر من جهته فقام السلطان مقامه كما لو حضر وامتنع من تزويجها
Artinya, “Jika wali tidak ada karena jauh sejauh jarak yang membolehkan shalat, maka si perempuan boleh dinikahkan oleh penguasa (wali hakim). Dan wali yang ada di bawahnya tidak berhak menikahkan. Sebab, hak kewalian masih melekat pada wali yang jauh tadi. Karena itu, seandainya wali jauh tersebut menikahkan di tempatnya, maka akadnya sah. Pasalnya, kesulitan dari dari pihaknya, sehingga digantikan posisinya oleh wali hakim, sebagaimana pula jika ia hadir tetapi tercegah untuk menikahkannya.” (Lihat: Syekh Abu Ishaq asy-Syairazi, al-Muhadzab, [Surabaya: al-Hidayah], juz II/429).
Berdasarkan petikan di atas, jika posisi wali jauh dan tidak bisa dihubungi, pernikahan bisa dilangsungkan dengan wali hakim. Namun, wali hakim yang menikahkan haruslah wali hakim atau na’ib yang sesuai dengan wilayah tugasnya, serta datang atas nama instansi, bukan atas nama sahabat atau saudara.
Dari pertanyaan yang Saudari Penanya ajukan, yang menjauhi orang tua justru Anda sendiri. Sehingga domisili Anda dipastikan berbeda dengan wali hakim yang berhak menikahkan Anda. Dengan kata lain, ketiadaan wali Anda bukan karena wali yang pergi, tetapi Anda yang menjauhi wali dalam hal ini orang tua Anda, sehingga petugas KUA yang ada di tempat Anda tidak berhak menikahkan Anda.
Kemudian, jika posisi orang tua dan wali Anda jauh serta masih bisa dihubungi, terlebih di zaman komunikasi canggih seperti sekarang, maka ia masih dimungkinkan menikahkan Anda, seperti menikahkan di tempatnya atau mewakilkan.