Jakarta, Lini Indonesia – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR RI kepada komisioner KPU. Kasus ini juga melibatkan Harun Masiku, eks calon anggota legislatif PDIP yang telah menjadi buronan selama lima tahun.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/12), menjelaskan bahwa Hasto bersama Harun Masiku dan pihak lainnya diduga memberikan hadiah atau janji kepada Wahyu Setiawan, mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022.
“Dengan uraian dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka HK (Hasto Kristiyanto) bersama-sama Harun Masiku dan kawan-kawan berupa pemberian hadiah atau janji kepada Wahyu Setiawan selaku anggota Komisi Pemilihan Umum periode 2017-2022,” Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/12/2024).
Penetapan Hasto sebagai tersangka telah tertuang dalam surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024) yang diterbitkan pada 23 Desember 2024.
Ekspose atau gelar perkara terkait kasus ini telah dilakukan oleh KPK pada Jumat, 20 Desember 2024. Hasto sendiri telah beberapa kali diperiksa oleh penyidik sejak Januari 2020 dan pernah memberikan kesaksian di Pengadilan Tipikor Jakarta. Pemeriksaan terakhir terhadap Hasto dilakukan pada Juni 2024.
Harun Masiku dituduh menyuap Wahyu Setiawan dengan uang sekitar Rp850 juta agar dapat menggantikan Nazarudin Kiemas, yang terpilih sebagai anggota DPR namun meninggal dunia sebelum dilantik. Harun telah buron sejak kasus ini mencuat pada 2020.
Dalam perkara ini, Wahyu Setiawan telah divonis tujuh tahun penjara oleh Mahkamah Agung melalui putusan Nomor: 1857 K/Pid.Sus/2021. Ia menjalani hukuman di Lapas Kedungpane, Semarang, Jawa Tengah, sejak Juni 2021, dan telah bebas bersyarat pada 6 Oktober 2023.
Selain Wahyu, KPK juga memproses hukum dua orang lainnya, yaitu Agustiani Tio Fridelina, orang kepercayaan Wahyu, dan Saeful Bahri.
Agustiani dijatuhi hukuman empat tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider empat bulan kurungan berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat Nomor: 18/Pid.Sus-Tpk/2020/PN.Jkt.Pst tanggal 28 Mei 2020.