Diskriminasi Penyandang Disabilitas Dalam UU Cipta Kerja

Ilustrasi (Foto Istimewah)

Jakarta, liniindonesia.com – UU Cipta Kerja sejak bebarapa waktu lalu banyak menuai pro dan kontra di Indonesia. Jum’at (4/12/2020) Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mengadakan acara mengenai UU Cipta Kerja dengan berfokus pada konteks kebijakan disabilitas.
PSHK melihat konteks dari disabilitas dalam UU Cipta Kerja masih minim dibahas, pembahasan biasanya banyak berfokus pada ketenagakerjaan, pengadaan lahan, dan lingkungan.

“Dari sekian banyak isu yang muncul, isu ketenagakerjaan, lingkungan, pengadaan lahan, terselip sebenarnya satu isu yang belum banyak dibahas terkait dengan isu penyandang disabilitas, memang UU penyandang disabilitas tidak menjadi objek yang diubah dalam UU Cipta Kerja tetapi permasalahannya adalah ketika UU Cipta Kerja menyasar banyak UU ternyata ada hal-hal yang terkait dengan hak penyandang disabilitas” ujar Fajri Nursyamsi.

Dalam pemaparannya Fajri menyebutkan bahwa arus pencapaian positif dari regulasi disabilitas tahun 1999-2020 yang sudah diperoleh menjadi goyang karena pengaruh dari UU Cipta Kerja yang ada. Ia mengatakan bahwa UU Cipta Kerja justru mematahkan banyak perubahan yang sudah positif. Menurutnya pada awal pembentukan dengan tidak memandang UU disabilitas sebagai objek yang terkena dampak hal itu sudah menjadi kekeliruan diawal. Hal tersebut berpengaruh terhadap ketentuan dalam UU Cipta Kerja menjadi terlihat sangat tidak sensitif terhadap penyandang disabilitas.

Fajri menyebutkan empat perspektif untuk menyatakan bahwa UU Cipta Kerja sebenarnya melawan arus politik hukum, perlindungan HAM, dan penyandang disabilitas di Indonesia salah satunya yaitu mengenai arus penyerapan tenaga kerja dan wirausaha disabilitas.

Terdapat perbandingan antara UU Cipta Kerja dimana dianggap telah melawan UU Penyandang Disabilitas yaitu pada pasal 81 angka 42 UU Cipta Kerja yang berisi pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena pekerja mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui 12 bulan dengan UU Penyandang Disabilitas pasal 11D berisi hak pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi untuk penyandang disabilitas meliputi hak tidak diberhentikan karena alasan disabilitas.

“UU Cipta Kerja kembali melawan arus ketentuan yang sudah dibangun di UU penyandang disabilitas. Sekarang UU Cipta Kerja justru haknya diberhentikan dengan alasan disabilitas menjadi bisa dilakukan oleh pemberi kerja” ujar Fajri
Perlu dipahami bahwa hubungan antara pemberi kerja dengan pekerja selalu tidak seimbang, hal ini akan semakin sulit bagi penyandang disabilitas dimana memiliki banyak hambatan dan kerentanan untuk dapat berargumentasi dengan pemberi kerja.

“Seharusnya dengan kondisi seperti ini negara hadir UU ini hadir untuk memberikan bobot yang lebih berat pembelaannya kepada pekerja” tambahnya
Kemudian, dalam syarat menduduki jabatan sehat jasmani dan rohani masih menjadi ketentuan yang masih diberlakukan dan diakui dalam UU Cipta Kerja, seperti dijelaskan pada pasal 168 UU Cipta Kerja.

“Dalam praktiknya kondisi disabilitas ini dianggap tidak sehat jasmani dan rohani, pemahaman yang sangat salah tetapi dalam praktiknya berlangsung terus. Ketika syarat ini ada, diskriminasi akan terus muncul dan kesempatan kerja penyandang disabilitas akan terus tertutup” ujarnya
Angka ketimpangan kesempatan kerja penyandang disabilitas dapat dikatakan sangat tinggi, dalam penjelasannya angka ketimpangannya mencapai 36,44 sedangkan untuk non disabilitas hanya 13,97.

“Dari BPS saya dapat angka ketimpangan kesempatan pekerjaan bagi penyandang disabilitas itu tinggi mencapai 36,44 angka ketimpangannya jadi kesempatannya jadi tidak seimbang antara penyandang disabilitas mendapatkan pekerjaan dan tidak mendapatkan pekerjaan” tambahnya.

Dengan ini kondisi penyandang disabilitas menjadi cenderung memiliki peluang untuk mendapatkan pekerjaan relatif rendah dibanding non disabilitas. Diharapkan akses dalam kesempatan kerja lebih mudah lagi bagi para penyandang disabilitas.
“Oleh karena itu diharapkan akses pendidikan dan kesempatan pekerjaan lebih mudah dijangkau oleh penyandang disabilitas” pungkasnya. (Nisfi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *