Pertamina: Tidak Benar Jika Kita Tidak Bisa Bayar Utang

Ilustrasi (istimewa)

Jakarta, Lini Indonesia – Pengakuan masyarakat dunia atas PT Pertamina (Persero) dari tiga lembaga pemeringkat utang (credit rating agency) internasional menunjukkan bahwa perusahaan milik negara di sektor Migas ini mampu mengelola keuangan dan investasi secara prudent sehingga termasuk dalam kategori perusahaan sehat.

Sampai saat ini, Pertamina mencatat rasio utang yang terjaga dengan baik dan masih kompetitif di antara perusahaan migas nasional maupun internasional lainnya. Sehingga, lembaga pemeringkat internasional yaitu Moody’s, S&P dan Fitch menetapkan Pertamina pada peringkat investment grade masing-masing pada level baa2, BBB, dan BBB.

Bacaan Lainnya

Hal ini menunjukkan kredibilitas dan kepercayaan investor kepada Pertamina yang semakin meningkat dari waktu ke waktu.

Pengakuan ini bukan isapan jempol, karena pada tahun ini, Pertamina mampu melakukan pembayaran utang bond yang jatuh tempo pada tahun 2021 sebesar US$ 391 juta. Sebelumnya tahun 2020, perseroan juga telah menyelesaikan tiga corporate loan dengan total sebesar US$ 549 juta.

“Jadi tidak benar adanya asumsi bahwa Pertamina tidak bisa membayar kewajiban. Saat ini, Pertamina merupakan salah satu perusahaan Indonesia yang sehat, produktif dan efisien di tengah terpaan pandemi COVID-19,”tegas Fajriyah Usman, Pjs Senior Vice President Corporate Communication & Investor Relations Pertamina di Jakarta.

Sebagai BUMN Migas, Pertamina mendapat tugas mengelola migas nasional di samping melakukan berbagai pengembangan bisnis yang lebih luas dalam rangka mewujudkan aspirasi menjadi global energy champion. Dan seperti pada umumnya entitas bisnis, dukungan modal yang kuat dari berbagai sumber, baik internal maupun eksternal, diperlukan untuk membiayai penugasan dan pertumbuhan ke depan. Salah satu pendanaan eksternal adalah melalui mekanisme strategic partnership, pinjaman pada lembaga keuangan maupun penerbitan obligasi.

“Saat ini rasio utang Pertamina terhadap ekuitas dari sisi keuangan masih dalam batas wajar sebagai perusahaan yang sehat. Begitu pula mekanisme yang dilakukan tetap mengacu pada regulasi yang ada,”imbuhnya.

Terkait dengan penerbitan obligasi yang dimulai sejak 2011, Pertamina menyesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Semakin besar kebutuhan untuk berkembang tentu akan semakin besar pula kebutuhan untuk pendanaannya. Dana dari penerbitan obligasi digunakan untuk berbagai macam program mulai dari proyek strategis hingga pengembangan bisnis, baik dari dalam negeri maupun di luar negeri. Sebagai contoh, pada periode 2020-2024, Pertamina menjalankan 14 Proyek Strategis Nasional dan 300 proyek investasi lainnya di sektor hulu, hilir, dan energi bersih terbarukan.

Lebih lanjut Fajriyah menjelaskan, sepanjang tahun 2018 sampai 2021, total global bond Pertamina mencapai US$ 6,4 miliar, membiayai 39% dari realisasi investasi pada periode tersebut yang mencapai US$ 16,5 miliar. Dengan investasi yang agresif ini, Pertamina terbukti tumbuh positif dengan produktivitas terjaga baik. Terlihat pada penambahan total aset per Juni 2021 senilai lebih dari US$ 15 miliar sehingga total aset tercatat mencapai US$ 72,9 Miliar atau meningkat 44% dari nilai aset di tahun 2014. Di samping itu, dengan banyaknya proyek dan investasi yang terus berjalan termasuk di masa pandemi, diyakini dapat menggerakkan roda perekonomian nasional.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *