Hakim MK Tolak Pernyataan Ahli Prabowo-Gibran soal Batas Usia Pencalonan Capres Cawapres

Jakarta, Lini Indonesia – Hakim konstitusi Arief Hidayat menekankan pernyataan ahli dari pihak Prabowo-Gibran, Andi Muhammad Arsun, yang menyatakan bahwa putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia minimal calon presiden dan wakil presiden dalam Pilpres 2024 bersifat self executing.

Menurut Andi, putusan tersebut tidak memerlukan perubahan atau revisi dalam undang-undang.

Bacaan Lainnya

Andi kemudian mengaitkan putusan MK Nomor 90 dengan putusan Nomor 102/PUU-VI/2009. Namun, Arief berpendapat bahwa kedua putusan tersebut tidak dapat disamakan.

“Saya enggak bertanya, tapi ini didengar publik, memberikan pelajaran kepada ahli hukum yang muda-muda, supaya kalau kita bicara clear, ya,” ujar Arief dikutip dari CNN, Jum’at (5/4/2024).

“Saya hanya ingin mohon dicermati sama-sama, sebagai pelajaran semua, di dalam halaman 5 di makalah prof Arsun ditulis begini, putusan MK bersifat self executing,” lanjutnya.

Arief mengatakan bahwa pendapat Andi tentang putusan 90/PUU-XXI/2023 sebagai self executing tidak dapat disalahkan, namun dia menyarankan Andi untuk memeriksa kembali argumennya.

“Pak Arsun bisa memasukkan ini sebagai self executing itu enggak masalah, karena guru besar berpendapat salah siapa tahu 10 tahun ke depan jadi teori baru kan, enggak masalah sebetulnya,” kata dia.

“Tapi Pak Arsun menyamakan apa yang dilakukan KPU terhadap putusan 90, itu betul sudah dilaksanakan, tapi kalau kemudian Pak Arsun menyatakan putusan 102/PUU-VI/2009 itu sama dengan apa yang dilakukan KPU itu mohon dicek kembali, saya belum bisa menyalahkan tapi mohon dicek kembali,” lanjutnya.

Arief menjelaskan bahwa ketika MK memutuskan perkara 102/PUU-VI/2009, belum ada peraturan yang mewajibkan KPU untuk berkonsultasi dengan DPR saat membuat PKPU. Dia menyatakan bahwa pada saat itu, KPU dapat langsung mengubah PKPU setelah putusan 102/PUU-VI/2009 dikeluarkan.

Arief mengklarifikasi bahwa situasi pada saat itu berbeda dengan kondisi saat ini. Dia menjelaskan bahwa saat ini telah ada putusan yang menginstruksikan KPU untuk berkonsultasi dengan DPR saat membuat produk hukum.

“Jadi ini tidak bisa dipersamakan, tapi kalau berpendapat putusan 90 self executing dan bisa langsung ditindaklanjuti oleh KPU tidak ada masalah pendapat itu,” kata dia.

“Tapi tidak bisa disamakan dengan putusan 102, karena putusan 102, langsung malamnya Pak Putu Artha (Ketua KPU saat itu), mengubah PKPU baru kalau mencoblos tidak perlu di DPT tapi mencoblos bisa dengan identitasnya,” imbuhnya.

Menurut Arief, Andi harus menjelaskan secara detail dan cermat. Dia pun menyinggung sesama guru besar tidak boleh mendahului.

“Saya ingin semuanya clear, harus cermat harus persis, sama-sama guru besar tidak boleh mendahului seperti bis kota,” kata Arief.

Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud telah mengajukan sengketa hasil Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena tidak setuju dengan keputusan KPU yang menyatakan kemenangan Prabowo-Gibran.

Anies-Muhaimin meminta MK untuk mendiskualifikasi Gibran karena dianggap tidak memenuhi persyaratan pencalonan.

Sementara itu, Ganjar-Mahfud menginginkan MK untuk mendiskualifikasi Prabowo-Gibran karena dituduh melakukan kecurangan terstruktur, sistematis, dan meluas.(NA)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *