Dugaan Pelecehan Seksual di KPI Pusat, Korban Lapor Polisi

Ilustrasi korban pelecehan seksual.(Istimewa)

Jakarta, liniindonesia.com – Korban dugaan pelecehan seksual berinisial MS resmi melaporkan ke Polres Metro Jakarta Pusat.

“Kasus ditangani Polres Jakarta Pusat,” ucap Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Kamis, (2/9/21).

Bacaan Lainnya

Pihak KPI ikut mendampingi MS melapor ke polisi pada Rabu, (1/9/21) malam.

“Baru tadi malam korban didampingi KPI Pusat melaporkan ke Polres Metro Jakarta Pusat,” sebut Ramadhan.

Sebelumnya, Bareskrim Polri turun tangan menyelidiki kasus dugaan pelecehan seksual itu.

“Dittipidum akan turunkan tim untuk menyelidiki,” kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian

MS mengaku dirinya sebagai korban pelecehan dan perundungan atau bullying di lingkungan KPI Pusat. Pengakuan itu tersebar lewat pesan berantai di WhatsApp.

Akibat kejadian itu, MS merasa tertekan, ada beberapa nama n jabatan disebut-sebut telah melakukan pelecehan seksual terhadap korban (MS). Untuk diketahui curhatan korban ditujukan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), dia mengaku dibully sepanjang tahun 2012-2014.

“Selama dua tahun saya dibully dan dipaksa untuk membelikan makanan bagi rekan kerja senior. Mereka bersama-sama mengintimidasi yang membuat saya tak berdaya. Padahal kedudukan kami setara dan bukan tugas saya untuk melayani rekan kerja. Tapi mereka secara bersama sama merendahkan dan menindas saya layaknya budak pesuruh,” tulis MS pada pesan itu.

“Sejak awal saya kerja di KPI Pusat pada 2011, sudah tak terhitung berapa kali mereka melecehkan, memukul, memaki, dan merundung tanpa bisa saya lawan. Saya sendiri dan mereka banyak. Perendahan martaba saya dilakukan terus menerus dan berulang ulang sehingga saya tertekan dan hancur pelan pelan,” sambungnya.

Korban mengaku dilecehkan secara seksual hingga akhirnya membuat mentalnya terganggu karena stres. Bahkan, pengakuannya, dia kerap berteriak sendiri akibat kejadian tersebut.

“Pelecehan seksual dan perundungan tersebut mengubah pola mental, menjadikan saya stres dan merasa hina, saya trauma berat, tapi mau tak mau harus bertahan demi mencari nafkah. Harus begini bangetkah dunia kerja di KPI? Di Jakarta?” curhatnya.

Setelah mengalami perundungan itu, tepatnya di tahun 2016, Korban jatuh sakit akibat stres hingga diagnosa mengalami hipersekresi cairan lambung.

MS sendiri pernah melakukan upaya untuk melapor saat itu, pernah pergi ke Polsek Gambir untuk membuat laporan polisi. kala itu, pihak kepolisian tak merespon aduannya.

Lebih lanjut, Ia juga pernah mengadukan tindakan tersebut pada atasannya. Tapi, apa yang didapat korban hanya mendapatkan pemindahan ruang kerja.

Sementara saat mengadukan pelecehan dan perundungan tersebut ke Komnas HAM, secara tegas disimpulkan tindakan para koleganya itu adalah bentuk kejahatan dan MS disarankan melapor ke pihak kepolisian.

Meski mengaku mendapat perundungan dan pelecehan, MS mengaku masih bekerja di KPI Pusat. Selain karena faktor kebutuhan, ia juga memahami kondisi pandemi COVID-19 akan membuat dirinya sulit mencari pekerjaan.

“Dan lagi pula, kenapa saya yang harus keluar dari KPI Pusat? Bukankah saya korban? Bukankah harusnya para pelaku yang disanksi atau dipecat sebagai tanggung jawab atas perilakunya? Saya benar, kenapa saya tak boleh mengatakan ini ke publik,” jelasnya.

“Perundungan dan pelecehan seksual yang saya alami sungguh membuat tidak kuat bekerja di KPI Pusat. Tapi saya tidak ingin menambah jumlah pengangguran di negara ini,” tandasnya.(*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *