KPK Periksa Logistik dan Peralatan BNPB

Jakarta, liniindonesia.com – Lembaga Anti Rasua atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Deputi Bidang Logistik dan Peralatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Prasinta Dewi sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Kolaka Timur.

“Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi,” kata Plt juru bicara KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Kamis (7/10/2021).

Bacaan Lainnya

Kasus ini bermula pada September 2021. Bupati nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur dan Kepala BPBD Kolaka Timur Anzarullah awalnya mengajukan dana hibah logistik dan peralatan ke BNPB Pusat di Jakarta.

Dari permintaan itu Kolaka Timur mendapatkan dana hibah relokasi dan rekonstruksi senilai Rp26,9 miliar. Kolaka Timur juga mendapatkan hibah dana siap pakai senilai Rp12,1 miliar.

Setelah mendapatkan dana itu, Anzarullah meminta Andi untuk mengatur beberapa proyek pekerjaan fisik dikerjakan oleh perusahaannya.

Dari kongkalikong itu, timbul kesepakatan jasa konsultasi proyek pembangunan dua jembatan di Kecamatan Ueesi, dan jasa konsultasi pembangunan seratus rumah di Kecamatan Uluiwoi dikerjakan oleh Anzarullah.

Andi hanya bisa manut dengan permintaan Anzarullah. Dari kesepakatan itu, Andi dijanjikan mendapatkan fee 30 persen dari jasa konsultasi proyek yang dikerjakan oleh orang perusahaan Anzarullah.

Andi kemudian memerintahkan jajarannya agar jasa konsultasi proyek yang diminta dimenangkan oleh Anzarullah. Dari kongkalikong itu, Andi diduga telah menerima uang Rp250 juta yang diberikan secara bertahap dari Anzarullah.

Atas ulahnya, Anzarullah selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan, Andi selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *