MUI Minta Pemerintah Cabut Permendikbudristek Pencegahan Kekerasan Seksual

Jakarta, liniindonesia.com – Ijtima Ulama Majelis Ulama Indonesia (MUI) merekomendasikan pemerintah mencabut Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Keputusan itu dibacakan dalam forum Ijtima Ulama yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (11/11/2021).

Meminta kepada pemerintah agar mencabut atau setidak-tidaknya mengevaluasi, merevisi peraturan Mendikbud nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan Perguruan Tinggi dengan mematuhi proses pembentukan Peraturan sebagaimana ketentuan undang-undang nomor 12 tahun 2011 yang telah diubah dengan undang-undang nomor 15 tahun 2011, dan materi muatannya wajib sejalan dengan syariat, Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, peraturan perundang-undangan lainnya dan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia,” ujar anggota MUI yang membacakan hasil putusan Ijtima Ulama.

Bacaan Lainnya

Forum Ijtima Ulama MUI menilai Permendikbudristek tersebut telah menimbulkan kontroversi. Prosedur pembentukan Permendikbudristek dianggap tidak sesuai dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011, sebagaimana diubah undang-undang nomor 15 tahun 2011.

“Materi muatannya bertentangan dengan syariat, Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, peraturan perundang-undang lainnya dan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia,” tuturnya.

Selain itu, frasa dalam “tanpa persetujuan korban” dalam Permendikbudristek tersebut dianggap bertentangan dengan nilai syariat, Pancasila, undang-undang Negara Republik Indonesia 1945, peraturan undang-undang lainnya dan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.

“Ketentuan-ketentuan yang dikecualikan dari frasa tanpa persetujuan korban dalam Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan dan Teknologi nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi terkait dengan Korban Anak, disabilitas, situasi yang mengancam korban, di bawah pengaruh obat-obatan harusnya diterapkan pemberatan hukum,” katanya. (Ist)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *