Beda Fatwa Soal Karmin: MUI Nyatakan Halal, NU Jatim Beri Larangan, Ini Selengkapnya

Jakarta, Lini Indonesia – Perbedaan pendapat terjadi antara MUI dengan NU Jatim terkait penggunaan pewarna karmin. Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Jawa Timur menyatakan bahwa karmin haram sehingga tidak boleh digunakan untuk bahan pangan atau kosmetik.

Karmin sediri adalah pewarna dari ekstrak serangga berjenis cochineal atau kutu daun. Pewarna ini bisa ditemukan seperti dalam produk pangan yoghurt, susu, es krim, permen, dan lainnya yang berwarna merah hingga merah muda.

Bacaan Lainnya

“Kita sudah memutuskan (dalam bahtsul masail) bahwa (karmin) itu merupakan bagian yang diharamkan menurut Imam Syafi’i, dan kita adalah orang-orang dari kalangan Syafi’iyah,” ujar Katib Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur Romadlon Chotib dikutip dari laman NU Jatim.

Hasil Bahtsul Masail NU Jatim memutuskan bahwa bangkai serangga (hasyarat) tidak boleh dikonsumsi karena najis dan menjijikkan kecuali menurut sebagian pendapat dalam madzhab Maliki.

Adapun penggunaan karmin dalam pangan dan kosmetik menurut Jumhur Syafi’iyah tidak diperbolehkan karena dihukumi najis. Sedangkan menurut Imam Qoffal, Imam Malik, dan Imam Abi Hanifah dihukumi suci sehingga diperbolehkan karena serangga tidak mempunyai darah yang menyebabkan bangkainya bisa membusuk.

Lebih lanjut, Romadlon Chotib menuturkan bahwa pada umumnya bahan pangan yang menggunakan pewarna karmin akan mencantumkan kode E-120. Ia pun mengimbau masyarakat agar menghindari produk dengan kode tersebut.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *