HUT Peradi: Beri Catatan Hukum Pemerintahan Jokowi

Ketua Umum DPN Peradi Otto Hasibuan saat menyampaikan 'Catatan Hukum Awal Tahun Peradi', Jum'at (7/1/2022). Foto: RES (Hukum Online )

Otto melanjutkan sepanjang 2021, Peradi juga menilai dalam hal sistem peradilan, penegakan hukum masih berjalan di tempat. Tidak ada satu hal yang luar biasa yang dilakukan pengadilan termasuk Mahkamah Agung (MA) yang dapat dilihat dari putusan-putusannya. Peradi mensinyalir itu terjadi karena adanya kelesuan para hakim, khususnya di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi yang terjadi demotivasi.

“Motivasi hakim (agung, red) itu menjadi luntur karena adanya sistem rekrutmen hakim yang selama ini dipegang oleh Komisi Yudisial (KY) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mengapa? Hakim tidak lagi tergerak membuat putusan yang baik karena membuat putusan yang baik pun tidak berarti dia akan mendapat jenjang karir yang lebih bagus.”

Bacaan Lainnya

Catatan Hukum DPN Peradi untuk Pemerintahan Jokowi

Peradi menilai pemerintahan Presiden Jokowi masih amat lemah di bidang hukum. Dalam catatan hukumnya, Peradi turut memberikan kritik terhadap MA, KY, dan DPR.

Untuk itu, Peradi mengusulkan bahwa hak yang dimiliki KY untuk rekrutmen hakim agung diambil (dihapus, red) dan tidak diberikan lagi kepada KY. Sehingga KY dapat fokus sebagai lembaga yang mengawasi para hakim agung dan hakim di bawahnya. Nantinya kewenangan rekrutmen sepenuhnya dikembalikan kepada MA agar mutu hakim agung bisa kembali lebih baik lagi, sehingga bisa menghasilkan putusan yang berkualitas.  

Poin selanjutnya, Otto meminta pertanggungjawaban MA atas rusaknya atau menurunnya kualitas advokat Indonesia. Karena dengan adanya SK KMA No.73 Tahun 2015 yang membolehkan seorang advokat disumpah atas usulan organisasi advokat di luar Peradi. Hal ini berakibat rekrutmen advokat tidak memenuhi standar profesi yang sebenarnya.

“Kualitas advokat menjadi rendah, sampai sembarang orang bisa menjadi advokat karena sudah disumpah di hadapan Ketua Pengadilan Tinggi atas perintah SK KMA. Kerusakan ini harus menjadi tanggung jawab MA. Kami meminta MA untuk segera mencabut surat itu, karena selain telah melanggar UU, melanggar putusan MK, juga dapat menghancurkan harapan dan nilai keadilan yang ingin dicapai setiap masyarakat Indonesia.”

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *